Pada tanggal 15 Februari lalu sebagian masyarakat Indonesia tuntas memberikan suaranya kepada para Calon Kepala Daerah masing-masing dalam rangka Pilkada serentak 2017. Secara umum, pesta demokrasi tersebut berlangsung tertib dan lancar meskipun sebelumnya dinamika yang terjadi menjelang Pilkada di DKI Jakarta sempat menghangatkan situasi politik nasional.
Mari sejenak kita kembali ke masa Pilkada 2015. Saat itu sebanyak 269 daerah, baik tingkat propinsi, kabupaten, maupun kotamadya di seluruh Indonesia melakukan pemilihan kepala daerahnya dan berlangsung damai dan lancar. Sementara Pilkada serentak 2017 ini “hanya” mencakup 101 daerah.
Pada 2015 lalu Pilkada serentak kami pandang tidak terlalu mempengaruhi sentimen di Bursa Efek Indonesia. Selain karena dinamika politik saat itu tidak terlalu bergejolak, namun juga karena kondisi perekonomian Indonesia maupun global saat itu lebih menarik perhatian pelaku pasar.
Lain halnya dengan Pilkada kali ini yang kebetulan diikuti oleh DKI Jakarta sebagai salah satu daerah peserta, membuat suhu politik nasional menghangat mengingat posisi Jakarta sebagai barometer Indonesia.
Lalu bagaimanakah reaksi pelaku pasar?
Menurut pandangan kami, pelaku pasar lebih mewaspadai faktor ketidakpastian yang terjadi sebagai efek samping dari naiknya suhu politik, alih-alih siapa yang menjadi pemenang Pilkada. Seperti yang terjadi ketika terjadi gelombang aksi massa yang terjadi pada awal November dan pertengahan Desember 2016 di Jakarta membuat pelaku pasar menjadi lebih mewaspadai perkembangan situasi politik.
Namun akhirnya berbagai ketegangan tersebut mereda dan Pilkada tanggal 15 Februari 2017 berlangsung secara tertib dan aman. Pihak Bursa Efek Indonesia sendiri mengklaim bahwa tidak ada pengaruh signifikan Pilkada terhadap sentimen pasar, selama situasi aman terkendali.
|